Kamis, 20 Mei 2010

REVITALISASI SDM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN PADA PASCA KRISIS

Pengantar
Sukses suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi itu untuk beradapatasi pada perubahan lingkungan strategik yang mempengaruhi kehidupan organisasi. Organisasi yang terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akan dapat tumbuh dan berkembang. Sebaliknya organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan lingkungan strategik akan mengalamim kemunduran.
Oleh sebab itu sangat perlu bagi organisasi untuk memahami perubahan lingkungan strategik tersebut. Perubahan lingkungan strategik menuntut adanya perubahan paradigma di dalam mengelola organisasi. Ahli pengembangan SDM dan organisasi yang berkecimpung di dalam pengelolaan perusahaan, harus memahami pergeseran paradigma bisnis agar supaya di dalam memberikan pelayanan kepada organisasi tempat dia bekerja dapat mengambil tindakan yang tepat.
Perubahan Lingkungan Strategik
Lingkungan strategik yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya organisasi antara lain adalah seperti berikut.
Persaingan Global
Globalisasi telah membuat batas antar negara semakin kabur. Perlindungan terhadap produk dalam negeri melalaui proses monopoli kini semakin ditentang oleg dunia internasional. Perjanjian perdagangan bebasa seperti Asean Free Trade Area (AFTA), kesepakatan pasar bebas dunia melalui General Agreemenet on Tariffs and Trade (GATT) menentang proteksi yang diberlakukan oleh suatu negara atas intervensi pasar oleh negara lain. Setelah diberlakukannya perjanjian tersebut maka suatu unit pemerintahan di suatu negara akan mendapat tekanan yang semakin keras dari negara lain.
Lingkungan Sosial
Perubahan masyarakat akibat globalisasi telah menyebabkan karyawan suatu unit pemerintahan menuntut perlakuan yang lebih baik. Hak-hak azazi manusia yang sebelumnya kurang diperhatikan oleh pihak organisasi kini samakin dituntut. (karyawan golongan paling rendah, penghasilannya seringkali berada di bawah upah minimum regional ). Demikian pula dengan kesadaran masyarakat akan pelayanan pada masyarakat telah membuat organisasi harus lebih berhati-hati dalam memberikan pelayanan.
Lingkungan Politik
Kondisi politik di suatu negara sangat mempengaruhi pertumbuhan bisnis. Suatu negara yang situasi politiknya agak kacau menyebabkan para investor asing takut menanamkan modal di wilayah tersebut. Kekacauan politik yang menimbulkan kerusuhan sosial akan mematikan usaha bisnis. Pengalaman kerusuhan politik di Indonesia telah menyebabkan banyak pemodal melarikan modal mereka ke luar negeri. Selain itu perusakan pabrik dan alat-alat kerja telah menyebabkan banyak pabrik tutup.
Perubahan Undang-Undang
Banyak sekalai peraturan-peraturan baru yang muncul dalam berbagai aspek operasi organisasi. Misalnya kehadiran UU no.25 tahun 1998 tentang serikat sekerja menyebabkan organisasi semakin sulit untuk mengelola karyawan. Kalau semula organisasi perusahaan hanya memiliki satu organisasi karyawan (SPSI), kini karyawan memiliki peluang untuk bergabung pada banyak serikat sekerja seperti itu, atau mungkin membuat organisasi baru.
Lingkungan Teknologi
Kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, telah merubah secara mendasar cara pengelolaan organisai. Kehadiran komputer dengan tingkat kecanggihan yang semakin meningkat menyebakan semakin banyak pekerjaan diganti oleh komputer. Selain itu kegiatan organsasi semakin diwarnai oleh persaingan kecepatan waktu (real-time). Penggunaan internet, web-site, lokal area network (LAN) semakin marak dalam dunia organisasi. Organisasi harus berpacu untuk mengikuti perkembangan teknologi. Kalau tidak demikian dia akan ketinggalan.
Pergeseran Paradigma Organisasi
Perubahan lingkungan strategik dalam berbagai dimensi memerlukan adanya penyesuaian cara pikir dan cara pandang pengelolaan organisasi. Pola pikir dan pola pandang ini secara populer disebut dengan istilah paradigma.
Banyak pakar yang mengajukan gagasan tentang pergeseran paradigma organisasi. Beberapa pergeseran paradigma tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Stabilitas-prediktabilitas bergeser menjadi Perubahan yang tidak menentu
Kalau pada abad ke 20 pandangan tentang dunia mengacu pada asumsi bahwa segala sesuatu dimuka bumi ini bersifat stabil dan bisa diprediksi, kini pandangan demikian sudah ditinggalkan. Pada abad ake 21 asumsi yang dipegang adalah bahwa perubahan tidak bisa di prediksikan, dan perubahan bersifat tidak beraturan.
Pada awal tahun delapan puluhan banyak buku yang menyusun prediksi masa depan. Misalnya John Naisbitt dan Patricia Aburdene memprediksi bahwa pada milenium ke tiga pusat perdaganga dunia akan bergeser ke Asia dengan alasan jumlah penduduk yang besar, dan tingkat pertumbuhan ekonomi negara Asia sekitar 5-7 persen pertahun. Ramalan ini ternyata meleset. Di penghujung tahun 1997 ekonomi berbagai negara Asia (Indonesia, Korea, Filipina, Thailand, dan Malaysia) jatuh tersungkur mendekati nol atau bahkan beberapa negara mengalami krisi ekonomi yang berat.
Kalau mengambil tamsil orang berlayar, kondisi bisnis pada abad ke 20 seperti orang yang berlayar di sungai yang tenang yang segala sesuatunya bisa diprediksi; memasuki abad ke 21 orang memasuki arus arung jeram yang tidak bisa diprediksi situasinya. Kapan ada batu besar di depan, ada arus pusar, ada air terjun semua tidak bisa diprediksi.
2. Berfokus pada Ukuran dan Skala yang Besar bergeser menjadi fokus pada “Kecepatan dan daya reaksi”
Organisasi di abad ke 20 umumnya menekankan pentingnya kekuatan organisasi melalui organisasi yang berskala besar dan struktur organisasi dan jumlah karyawan yang besar. Organisasi menjadi sangat besar mirip seekor dinosaurus yang berkepala kecil tetapi berbadan besar. Akibatnya orgnaisasi menanggung biaya yang besar dan sangat lambat di dalam mengambil keputusan. Organisasi yang besar akan tidak lincah dan akhirnya akan punah seperti punahnya dinosaurus. Pada abad ke 21 organisasi semakin mengecil tetapi memiliki kecepatan reaksi yang tinggi. Perusahan besar dikecilkan ukurannya dengan mengurangi jumlah hirarkhi (layer) dengan penciutan (down-sizing). Kini struktur organisasi semakin ramping dan mendatar.
3. Kepemimpinan dari atas > Kepemimpinan dari seluruh penjuru.
Oreganisasi saat ini berada dalam situasi perubahan yang super cepat. Kondisi yang demikian tidak berbeda dengan kondisi sekumpulan orang yang berlayar mengarungi arung jeram. Kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi orang yang berlayar di permukaan sungai yang tenang. Kalau kita berlayar di sungai yang tenang banyak hal yang bisa diantisipasi dengan mudah. Tapi begitu kita berada di arung jeram, hampir semua hal sulit untuk diprediksi (kapan ada batu besar, arus pusar dll). Demikian pula perahu karet yang ditumpangi bisa berubah yang tadinya dimuka bisa tiba-tiba menghadap ke belakang.
Dalam kondisi ysng demikian ini setiap penumpang dalam kapal harus siap memegang tugas sebagai pemimpin. Oleh karena itu setiap karyawan yang berada dalam organisasi pada masa sekarang harus memiliki kompetensi sebagai pemimpin.
4. Kekakuan Organisasi > Kelenturan yang permanen
Struktur organisasi sangat menentukan perilaku karyawan. Struktur organisasi yang sangat kaku dan birokratik akan menghambat tumbuhnya kreativitas karyawan. Selain itu pengambilan keputusan menjadi sangat lamban, dan komunikasi antar unit organisasi menjadi berkurang. Organisasi yang kaku dan terkotak-kotak seringkali menimbulkan pemborosan, karena sumberdaya (sumberdaya manusia dan, fasilitas) tidak dipakai bersama-sama. Organisasi yang demikian akan sulit untuk mampu memberikan pelayanan yang cepat, efisien dan berkualitas.
Untuk memperoleh kelincahan organisasi (cepat dalam pengambilan keputusan, cepat di dalam berbagi informasi (information sharing), dan berkembangnya inovasi, orgnaisasi harus dibuat sefleksibel mungkin. Salah sartu model organisasi yang fleksibel adalah organisasi yang batas antar kotak tidak kaku. Organisasi yang demikian disebut dengan : cross-functional organization atau boundaryless organization.
5. Pengawasan melalui peraturan dan Hirarki > Pengawasan oleh Visi dan Nilai
Dalam organisasi yang birokratik, pengawasan dilakukan menurut jenjang hirarki dalam perusahaan dengan dasar peraturan yang sangat jelas dalam hal wewenang masing-masing orang. Kondisi yang demikian ini akan banyak membatasi ruang gerak untuk melakukan kreativitas dan inovasi. Organisasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan adalah organisasi yang digiring oleh visi, misi dan values (nilai-nilai). Bila mana peraturan yang ada, dan hirarkhi yang ada mengganggu pencapaian visi dan misi, seharusnya peraturan dan hirarki yang ada disesuaikan dengan kebutuhan.
6. Informasi disembunyikan > Informasi disebarluaskan.
Organisasi sama halnya dengan manusia. Makin pintar seorang manusia, maka makin banyak informasi yang dimilikinya. Demikian pula dengan organisasi semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi (melalui penguasaan informasi oleh seluruh karyawan) maka semakin cerdaslah organisasi tersebut (intelligent organization). Organisasi yang cerdas akan cepat beradaptasi dengan tepat pada tuntutan perubahan lingkungan. Organisasi yang cerdas akan menekan secara optimal kesalahan kerja. Organisasi yang cerdas akan banyak menghasilkan inovasi. Inovasi adalah kekuatan suatu organisasi dalam mengungguli organisasi yang lain.
Organisasi yang cerdas sangat cepat di dalam berbagi dan menyebarluaskan informasi tentang sesuatu sukses (success stories) dan cerita kegagalan (lesson learned). Kondisi ini sangat berbeda dengan paradigma lama yang di anut oleh organisasi. Dalam paradigma lama informasi harus ditutup rapat-rapat orang lain tidak boleh tahu.
7. Kebutuhan akan kepastian > toleransi pada ketidakpastian
Dunia ini penuh dengan perubahan. Perubahan ini seringkali menyebabkan kondisi perusahaan harus pula dirubah. Agar supaya pengambilan keputusan cepat banyak perusahaan yang melakukan perubahan struktur organisasi (yang tinggi strukturnya menuju struktur yang datar). Pada kondisi yang lain organisasi bergabung dalam suatu merger. Perubahan struktur seringkali mengakibatkan pengurangan jumlah karyawan. Selain itu perubahan tersebut menyebabkan karyawan harus cepat menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat tersebut.
Pada kondisi perubahan yang cepat setiap karyawan harus terbiasa dengan perubahan. Mereka harus memiliki sifat bersahabat dengan perubahan (change friendly mindset).
Untuk survive dalam kondisi demikian setiap karyawan harus rajin belajar hal-hal baru. Kompetensi yang hanya satu jenis saja tidak cukup. Karyawan harus memiliki kompetensi tambahan agar mereka siap menerima tugas baru. Pengelolaan SDM dalam kondisi demikian biasanya menuntut adanya rotasi karyawan dari suatu pekerjaan dengan kompetensi tertentu ke pekerjaan yang lain dengan kompetensi yang lain pula.
8. Sifat Reaktif,dan menghindari resiko > Proaktif dan berwawasan kewirausahaan
Organisasi yang tidak berfikir ke depan biasanya tidak setiap menghadapi perubahan. Bila organisasi hanya bersifat reaktif atas perubahan, bukan bersifat antisipatif maka organisasi demikian akan cepat mati. Kelangsungan hidup suatu organisasi sangat tergantung pada kemampuannya untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi di depan. Keberanian mengambil resiko adalah ciri seorang wirausahawan yang sukses. Mereka cepat mengambil peluang dan meninggalkan cara kerja lama. Organisasi yang sangat birokratik dan konvensional biasanya kurang berani mengambil resiko akibat perubahan. Akibatnya mereka tidak berbuat apa-apa sampai malapetaka perubahan menghampiri mereka.
9. Kemandirian dalam kegaiatan organisasi > Saling ketergantungan dalam kegiatan
Banyak organisasi yang memperkuat dirinya dengan membangun segala macam kegiatan beserta unit pelaksananya. Akibatnya organisasi menjadi sangat besar seperti seekor dinosaurus yang sangat lamban geraknya.
Mungkin akan lebih efektif dan efisien kalau suatu unit organisasi bekerja sama dengan unit organisasi lainnya. Kerjsama ini populer disebut dengan istilah ‘aliansi strategik’ yang sama –sama menguntungkan.
10. Integrasi bersifat vertikal > Integrasi bersifat virtual (maya)
Sebelum kedatangan sistim informasi yang canggih (computer based technology) banyak oraganisasi yang membangun kantor besar dan menempatkan karyawan dalam kantor besar tersebut agar mudah mengelolanya dalam hubungan kerja yang sifatnya vertikal. Kantor pusat memberikan arahan kepada semua lapisan di bawahnya dengan pendekatan yang ‘top-down’.
Dengan kehadiran teknologi informasi (komputer) jarak secara fisik bisa dihilangkan. Karyawan bisa bekerja dari rumah, kalau hasil pekerjaan bisa dikirim pakai informasi teknologi. Demikian pula dengan pekerjaan kantor yang merupakan unit organisasi yang di bawah koordinasi suatu organisasi. Pekerjaan bisa dikirim melalui teknologi informasi.
11. Berfokus pada kondisi internal organisasi > Fokus pada daya saing di lingkungan
Banyak organisasi pemerintah kalah bersaing dalam kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan organisasi hanya berpuas dengan diri melihat pada diri sendiri, dan tidak membandingkan dengan organisasi yang lebih mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Kemajuan organisasi hanya dilihat dari sejauh mana organisasi lebih baik dari tahun ke tahun. Tidak ada upaya untuk membandingkan dengan organisasi lain, apakah organisasi mereka lebih unggul dibandingkan dengan organisasi lain.
Untuk mengatasi hal demikian kini organisasi harus melakukan ‘bench-marking’ (membandingkan dirinya dengan posisi organisasi lain yang sejenis). Dengan melakukan perbandingan tersebut, organisasi akan dapat meningkatkan dirinya agar lebih unggul dalam pemberian pelayanan dibandingkan organisasi lain.
12. Kesinambungan (sustainability) sebagai keunggulan kompetitif > Invensi (penemuan, inovasi) yang terus menerus sebagai keunggulan kompetitif.
Keunggulan suatu organisasi dibandingkan dengan organisasi lainnya sangat tergantung apakah organisasi itu lebih bisa melakukan inovasi. Kalau dahulu organisasi hanya berfokus pada apakah bisa bertahan dalam pemberian pelayanan apa adanya (sustainability). Dalam kondisi masyarakat yang semakin bergejolak, kemampuan untuk bertahan saja tidak cukup. Organisasi harus mempu membangun keunggulan kompetitif melalui berbagai inovasi yang memberikan nilai tambah.
Kompetensi SDM Pasca Krisis
Berdasarkan asumsi yang dikemukan di atas maka suatu unit organisasi harus memiliki karyawan yang sevara terus menerus mengembangan empat jenis modal manusia (human capital) yakni modal intelektual (intellectual capital), modal sosial (social capital), modal mental (soft capital), dan modal agama (spiritual capital).
Kiat suskses meniti karir sangat dipengaruhi kemampuan mengembangkan keempat jenis modal manusia tersebut.

Modal intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Banyak pakar yang mengatakan bahwa modal intelektual sangat besar peranannya di dalam menambah nilai suatu kegiatan. Berbagai perusahaan yang unggul dan meraih banyak keuntungan adalah perusahaan yang terus menerus mengembangkan sumberdaya manusianya (lihat Ross, dkk, 1997).
Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada perubahan yang super cepat ini akan dilanda kesulitan. Pada saat ini manusia, organisasi, atau negara tidak lagi berlayar di sungai yang tenang yang segala sesuatunya bisa diprediksi dengan tepat. Kini sungai yang dilayari adalah sebuah arung jeram yang ketidakpastian jalannya perahu semakin tidak bisa diprediksi karena begitu banyaknya rintangan yang tidak terduga. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super cepat manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. dan mengembangkaan kretifitasnya untuk berinovasi.
Manajemen perusahaan sebagai pimpinan puncak organisasi yang bertanggungjawab di dalam pengembangan SDM harus mampu membangun suatu organisasi pembelajaran (learning organization). Hal ini baru terjadi bila seluruh jajaran kepemimpinan mulai dari lini atas sampai ke lini bawah berusaha secara serius untuk menanamkan kesadaran guna menambah pengetahuan baik pada dirinya sendiri, atau pada seluruh karyawan dalam perusahaan. Para karyawan tidak boleh puas dengan apa yang sudah dicapainya secara akademik. Pekerjaaan membangun modal intelektual adalah pekerjaan yang tiada akhir, karena ilmu yang kita miliki akan mudah sekali ketinggalan zaman. Kita akan menjadi penyebab kemunduran perusahaan bila wawasan pengetahuan yang kita miliki tidak sesuai dengan tuntutan perubahan. Untuk mengatasi hal-hal yang demikian suasana pembelajaran di perusahaan harus ditumbuhkan melalui berbagai forum , antara lain seminar ilmiah, diskusi pembahasan konsep baru, harus menjadi kebiasaan sehari-hari di perusahaan. Dengan melakukan saling tukar informasi dan wawasan yang melibatkan seluruh karyawan melalui forum tersebut akan semakin berkembang modal intelektual. Apa yang disarankan para pakar tersebut sudah jauh-jauh hari ditulis dalam kitab suci berbagai agama.

Modal Sosial
Intelektual modal baru akan tumbuh bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan modal sosial. Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social networking) semakin tinggi nilai seseorang.
Modal Sosial dimanifestasikan pula dalam kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan (diversity). Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua. Dalam ajaran setiap manusia diminta membangun silaturahmi. Karena silaturahmi akan memberikan kebaikan. Ide kreatif seringkali muncul melalui diskusi. Demikian pula peluang bisnis seringkali terbuka karena adanya jaringan hubungan silaturahmi. Perintah tentang membangun modal sosial ini sangat dianjurkan oleh agama.
Untuk menumbuhkan modal sosial pada karyawan diperlukan berbagai pelatihan dan workshop. Misalnya pelatihan untuk menumbuhkan ‘social skill’, pelatihan untuk menjadi manusia efektif seperti paket Seven Habits of Highly Effective People yang sekarang ini sangat pupuler di berbagai negara. Berbagai ilmu di bidang hubungan antar manusia (human relations) telah memberikan jalan bagaimana manusia harus berinteraksi dalam suatu kebersamaan yang saing menguntungkan .

Modal mental (soft capital)
Modal agama yang oleh Hartanto (1998) disebut dengan “soft capital” adalah modal yang diperlukan untuk menumbuhkan modal sosial dan modal intelektual. Sifat bisa dipercaya dan percaya pada orang lain (trust), bisa menahan emosi, pemaaf, penyabar, ikhlas, dan selalu ingin menyenangkan orang lain sangat diperlukan bagi upaya untuk membangun masyarakat yang beradab dan berkinerja tinggi.
Berdasarkan analisis terdahulu ekonomi baru dimilenium ketiga akan diwarnai oleh banyaknya konflik yang terjadi (discordance). Orang semakin tidak bisa melihat orang lain sebagai bagian dari sukses dirinya sendiri. Konflik antar kelompok kaya dan miskin, kelompok berpengetahuan tinggi dan berpengetahuan rendah, kelompok yang memiliki akses pada kekuasaan dan yang tidak memiliki akses pada kekuasaan diduga akan meningkat intensitasnya. Soft capital ini akan menjadi perekat sosial dan peredam emosi yang dapat menekan munculnya konflik dan kekerasan.
Beberapa tahun terakhir ini makin banyak pembicaraan tentang pentingnya peranan inteligensi emosional (emotional intelligence) di dalam menunjang kesuksesan hidup manusia (Goleman, 1996). Apa yang ditulis oleh Daniel Goleman tersebut sangat sesuai dengan ajaran berbagai agama.
Upaya untuk menumbuhkan modal lembut ini bisa melalui pengajian agama, pelatihan ‘social skill’, pelatihan inteligensi emosisonal, atau paket Seven Habits of Highly Effective People. Saya rasa sudah saatnya lembaga pendidikan tinggi mewajibkan mahasiswanya untuk mengikuti paket pengembangan kepribadian seperti itu. Karena sifatnya sangat praktis dan segera terasa manfaatnya InsyaAllah kegiatan ini akan sangat menarik, dan jauh lebih berguna dibandingkan penataran P-4 yang sarat dengan muatan politik yang mendukung kekuasaan penguasa.

Modal agama
Bagi orang yang beagama ketiga modal yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi modal spiritual. Semakin tinggi iman dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke tiga modal di atas. Namun demikian banyak akademisi yang menyarankan agar modal spiritual dipisahkan dari ketiga modal di atas, dengan tujuan untuk semakin menekankan betapa pentingnya upaya pengembangan keberagamaan manusia.
Di mata para akademisi yang berpandangan demikian, agama akan menjadi pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu uapaya untuk mengembangkan keagamaan adalah bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman dan damai.

Penutup
Masih banyak hal-hal penting lainnya yang belum bisa diajukan dalam makalah singkat ini. Saya yakin peserta workshop hari ini akan memperkaya wawasan kita pada merevitalisasi SDM. Semoga tulisan pendek yang tidak sistimatik ini dapat dijadikan acuan dalam berdiskusi pada hari ini.